PERDARAHAN KEHAMILAN MUDA

Askeb Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
( Perdarahan Pada Kehamilan Muda )






Disusun Oleh Kel. IV :
1.      Rini Purwaningsih (046.01.01.12)
2.      Susilawati                (059.01.01.12)
3.      Yuni Andriasih       (073.01.01.12)



AKADEMIK KEBIDANAN BINA HUSADA
TANGERANG
2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang  Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Perdarahan pada Kehamilan Muda”. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi  para pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu dalam menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini kedepannya agar lebih baik lagi.
Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan  masukan-masukan  yang  bersifat  membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Tangerang, 04 februari 2014



                                                                                     Penulis




DAFTRAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................  ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................  1
1.1    Latar Belakang .........................................................................................  1
1.2    Rumusan Masalah ....................................................................................  1
1.3    Tujuan  ......................................................................................................  2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................  3
2.1    Perdarahan pada Kehamilan Muda ..........................................................  3
                            2.1.1    Abortus ........................................................................................  3
A.    Definisi ..................................................................................  3
B.     Etiologi ..................................................................................  3
C.     Patogenesis ............................................................................  4
D.    Klasifikasi Abortus Berdasarkan Jenis Tindakan ................... 5
E.     Jenis Dan Derajat Abortus, Diagnosis, Tanda Gejala
dan Penatalaksanaanya........................................................... 5
F.      Komplikasi ..........................................................................  14
                           2.1.2     Kehamilan Ektopik ....................................................................  14
A.    Definisi ................................................................................  14
B.     Etiologi ................................................................................  15
C.     Patogenesis ..........................................................................  16
D.    Prognosis .............................................................................  16
E.     Klasifikasi Kehamilan Ektopik Bedasarkan Lokasinya ....... 17
F.      Tanda dan Gejala ................................................................  18
G.    Diagnosis .............................................................................  18
H.    Penatalaksanaan ..................................................................  18
I.       Komplikasi ..........................................................................  19
                           2.1.3     Mola Hidatidosa ........................................................................  19
A.    Definisi ................................................................................. 19
B.     Etiologi ................................................................................  20
C.     Prognosis .............................................................................  20
D.    Patogenesis ..........................................................................  20
E.     Tanda dan Gejala ................................................................  21
F.      Diagnosis .............................................................................  21
G.    Komplikasi ........................................................................... 22
H.    Penatalaksanaan ..................................................................  23
BAB III PENUTUP .........................................................................................  24
3.1     Simpulan ................................................................................................  24
3.2     Saran ......................................................................................................  24
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari suatu kesehatan akan sangat ditanggulangi untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita. Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal kehamilan seperti imlantasi ovum, karsinoma servik, abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik, menstruasi, kehamilan normal, kelainan lokal pada vagina servik sepertivarises, perlukaan, erosi dan polip.
Semua keadaan ini akan menurunkan keberdayaan seorang wanita. Maka semua wanita dengan peradarahan pervagina selama kehamilan seharusnya perlu penanganan dokter spesialis. Peranan USG vaginalsmear, pemeriksaan hemoglobin, fibrinogen pada pada missed abortion, pemeriksaan incomptabiliti ABO dan lain-lain, sangat diperlukan. Setiap perdarahan pada awal kehamilan dapat dianggap akan mengancam kelangsungan kehamilan. Dalam hal ini perlu diketahui hari pertama haid terakhir, tanda kehamilan, riwayat keluarga berencana, riwayat ginokologi jumlah perdarahan. Demikian juga dalam hal ini perlu pemeriksaan penunjang seperti USG dan Test kehamilan, menyatakan apakah janin hidup atau memang suatu kehamilan.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian dari abortus, kehamilan ektopik, dan molahidatidosa ?
b.      Apakah yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa ?
c.       Apa saja tanda dan gejala pada ibu hamil yang mengalami abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa ?

d.      Bagaimana cara melakukan penangan pada bumil yang mengalami abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa ?
e.       Komplikasi apakah yang dapat terjadi pada ibu hamil yang mengalami abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa ?

1.3  Tujuan
a.       Untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa.
b.      Untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
c.       Untuk dapat mengetahui tanda dan gejala pada ibu hamil yang mengalami abrtus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
d.      Untuk dapat mengetahui cara melakukan penangan pada bumil yang mengalami abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa
e.       Untuk dapat mengetahui komplikasi apakah yang dapat terjadi pada ibu hamil yang mengalami abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa

           BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Perdarahan Pada Kehamilan Muda
2.1.1 Abotus
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang dimana berat janin kurang dari 500 gram dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu. (Marmi, 2012)
Abortus adalah ancaman atau pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, batasanya ialah kurag dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. (Prawirohrdjo, 2010)
B.  Etiologi
1.    Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan hasil pertumbuhan konsepsi dapat terjadi karena :
a.       Faktor kromosom
1)      Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk pertemuan kromosom seks.
b.      Faktor lingkungan endometrium
1)      Endometrium yang belum siap menerima implantasi hasil konsepsi
2)      Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
c.       Pengaruh luar
1)      Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
2)      Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.


2.    Kelainan pada plasenta
a.       Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi
b.      Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya padadiabetes melitus.
c.       Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
3.    Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta.
a.       Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis.
b.      Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi retroplasenta.
c.       Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit DM.
4.    Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, keadaan abnormal seperti ioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi pada serviks), robekan serviks postpartum dapat mengakibatkan abortus. (Manuaba, 1998)

C.     Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekiarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya., sehingga merupkan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isisnya. Pada kehamilan yang kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua lebih dalam., sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desisua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebakan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umunya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya tidak akan banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. (Khumaira, 2012)

D.    Klasifikasi Abortus Berdasarkan Jenis Tindakan
1.    Abortus spontan (keguguran) yaitu abortus yang berlangsung tanpa tindakan .
2.    Abortus provokatus yaitu pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a.    Abortus provokatus terapeutik
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya adaslah penyakit jantung persisten dengan riwayat dekompensasi kordis, penyakit vaskuler hipertansi tahap lanjut, karsinoma serviks invasif, dan lian-lain.
b.    Abotus provokatus kriminalis
Merupakan terminasi kehamilan sebelum janin mampu hidup, atas permintaan wanita bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu. (Khumaira, 2012)

E.     Jenis dan Derajat Abortus , Diagnosis, Tanda Gejala, dan Penatalaksanaan
1      Abortus imminens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum usia 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih didalam uterus dan tanpa dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
a.    Tanda dan Gejala
1)      Perdarahan sedikit atau bercak
2)      Kadang disertai rasa mulas (kontraksi)
3)      Periksa dalam belum ada pembukaan
4)      Palpasi : tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
5)      Hasil tes kehamilan (+)/positif
b.    Diagnosis
1)      Anamnesis
a)      Perdarahan sedikit dari jalan lahir
b)      Nyeri perut tidak ada atau ringan.
2)      Pemeriksaan dalam
a)      Fluksus (ada sedikit)
b)      Ostium uteri tertutup
3)      Pemeriksaan penunjang
a)      USG dapat menunjukan
Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin atau buah kehamilan tidak baik, janin mati.
c.    Penatalaksanaan
1)   Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring total.
2)   Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
3)   Bila perdarahan :
a)      Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
b)      Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
c)      Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologik.

2      Abortus insipiens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hail konsepsi masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus komplit atau inkomplit.
a.    Tanda dan gejala
1)      Perdarahan banyak disertai bekuan
2)      Mules hebat (kontraksi makin lama makin kuat makin sering)
3)      Ostium uteri eksternum mulai terbuka (serviks terbuka)
4)      Pada palpasi : TFU sesuai usia kehamilan.
b.    Diagnosis
1)      Anamnesis
a)      Perdarahan dari jalan lahir
b)      Nyeri akibat kontraksi rahim
2)      PD
a)      Ostium terbuka
b)      Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh (mungkin menonjol)
c.    Penatalaksanaan
1)      Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
a)      Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM)
b)      Nila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi dan kuratase (D&K).
2)      Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
a)      Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
b)      Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
c)      Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
d)     Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko perforasi).

3      Abortus inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus.
a.  Tanda dan gejala
1)      Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
2)      Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
3)      Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka
4)      Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksernum atau sebagian jaringan keluar.
5)      Perdarahan banyak akan mengakibatkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan.
b.  Diagnosis
1)      Anamnesis
a)      Perdarahan dari jalan lahir
b)      Disertai rasa nyeri (kontraksi rahim)
2)      PD
a)      Ostium terbuka
b)      Buah kehamilan masih dalam rahim dan ketuban utuh (mungkin menonjol)

c.    Penatalaksanaan
1)      Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).
2)      Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a)      Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral.
b)      Bila perdarahan terus berlangsung evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tertgantung dari usia gestasi pembukaan serviks dan keberadaan bagian janin)
3)      Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika prrofilaksis (ampisillin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
4)      Bila terjadi infeksi, beri ampisillin 1 g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
5)      Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.
6)      Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg perhari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat)

4      Abortus komplit
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
a.    Tanda dan Gejala
1)      Perdarahan banyak
2)      Mulas sedikit atau tidak ada
3)      Ostium uteri telah menutup
4)      Uterus sudah mengecil
5)      Ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
6)      Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapanya.
b.    Diagnosis
1)      Anamnesis
a)      Perdarahan banyak dan disertai pengeluaran jaringan.
b)      Kadang disertai mulas
2)      PD
a)      Ostium uteri telah menutup
b)      Uterus sudah mengecil.
3)      Pemeriksaan penunjang
a)      USG, dengan USG kita dapat mengetahui apakah masih ada bagian jaringan yang tertinggal dalam uterus atau tidak.
c.    Penatalaksanaan
1)      Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrinn 3x1 tablet/hari untuk 3 hari.
2)      Bila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, daging, ikan, susu). Untuk anemia berat berikan transfusi darah.
3)      Bila terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu diberi antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis.
5      Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetius yang telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan
a.  Tanda dan gejala
1)      Gejalanya seperti abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan disertai kehamilan menghilang.
2)      Denyut jantung janin tidak terdengar
3)      Mules sedikit
4)      Ada keluaran dari vagina
5)      Uterus tidak membesar tapi mengecil
6)      Mammae agak mengendor/payudara mengecil
7)      Ammenorhea berlangsung terus
8)      Tes kehamilan negatif
9)      Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.
10)  Biasanya terjadi pembekuan darah
b.  Diagnosis
1)      Anamnesa
a)      Perdarahan bisa ada/tidak
b)      Mulas sedikit
2)      Pemeriksaan Obstetri
a)      TFU lebih kecil dari usia kehamilan dan DJJ tidak ada
b)      Mamae agak mengendor/payudara mengecil.
3)      Pemeriksaan penunjang
USG, Laboratorium (Hb, Trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan, protombin)
c.    Penatalaksanaan
1)      Bila kada fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam
2)      Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi
3)      Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi seviks dengan dilatator Hegar.
Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam oum lalu dengan kuret tajam.
4)      Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10 IU dalam dextrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU sampai 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5)      Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntikan larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
6      Abortus habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut atau lebih.
a.    Pemeriksaan
1)      Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital.
2)      BMR dam kadar iodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroid
3)      Psiko analisis
b.    Therapy
1)      Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkomperen therapinya adalah operatif : SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerclage).
7      Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat yang disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau peritoneum. (Khumaira, 2012)
a.    Tanda dan gejala
1)      Kanalis servikalis terbuka
2)      Ada perdarahan
3)      Demam
4)      Takhikardia
5)      Perdarahan berbau
6)      Uterus membesar dan lembek
7)      Nyeri tekan
8)      Leukositosis
b.    Diagnosis
1)      Anamnesa : amenorhea, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit.
2)      Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.
3)      Terdapat tanda-tanda infeksi genital : demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus besar dan lembek, nyeri tekan, lekositosis.
4)      Pada abortus septik terdapat tanda-tanda : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada tanda pervorasi atau akut abdomen.
c.    Penatalaksanaan
1)      Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
2)      Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat).
a)    Berikan suntikan penisillin 1 juta satuan tiap 6 jam
b)   Berikan suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam
c)    Atau antibiotika spektrum luas lainya.
3)      24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan banyak; lakukan dilatasi dan kuratase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
4)      Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
5)      Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
6)      Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan, dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas mereda.
F.   Komplikasi abortus
1      Perdarahan
Pada abortus komplit, perdarahan akan terjadi banyak dan akan mengakibatakan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplit, perdarahan akan terjadi secara terus menerus sehingga dapat menyebabkan gangguan koagulasi yang akhirnya menyebabkan anemia dan kematian.
2      Infeksi
Dampak pada perdarahan yang banyak mengakibatkan volume darah berkurang, pasien (ibu) menjadi anemia dan daya tahan tubuh menurun mengakibatkan kuman mudah masuk dan berkembang. Kuman yang biasa menyebabkan infeksi pasca abortus adalah Eschericia coli yang berasal dari rektum menjalar kevagina. Organ yang terserang antara lain endometrium dan peritoneum.
3        Perforasi akibat kuretase
Dampak dari kuretase menyebabkan perforasi pada dinding uterusyang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan berikutnya.
4        Syok
Terjadi akibat syok hemorhagik, syok hipovolemik, dan infeksi berat. (Maryunani, 2009)

2.1.2 Kehamilan Ektopik
A.  Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang tejadi bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (Rukiyah, 2014).
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempal pada dinding endometrium kavum uteri (Prawirohardjo, 2010).
B.  Etiologi
1      Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2      Faktor penggunaan spiral dan pil yang mengandung Progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut sillia disaluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi dalam rahim.
3      Faktor tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat di dalam saluran tuba. Faktor yang menyebabkan gangguan saluran tuba :
a.       Merokok
b.      Penyakit radang panggul
c.       Endometriosis tuba
d.      Tindakan medis
e.       Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
f.       Tuba sempit, panjang, dan berlakuk-lekuk.
g.      Gangguan fungsi rambut getar tuba
h.      Struktur tuba
i.        Tumor lain yang dapat menekan tuba, dll. (Khumaira, 2012)
4      Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba. (Prawirohardjo, 2010)

5      Faktor ovum
a.       Migrasi eksterna dari ovum
b.      Perlengkatan membrane granulosa
c.       Rapid cell devision
d.      Migrasi internal ovum
6      Faktor uterus
a.       Tumor raahim
b.      Uterus hipoplastis (Mochtar dan Lustan, 1998)
C.  Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi dikavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Nidasi secara kolumnar artinya telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadan sulit dilihat villi khorealis menembus andosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor yaitu, tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. (Rukiyah dan Yulianti, 2014)
D.  Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup terganggu cenderungturun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami kehmilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain. angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada opersasi dilakukan salpingektomia bilateralis. (Rukiyan dan Yulianti, 2012)

E.   Klasifikasi Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasinya
1      Kehamilan tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya dikavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka sebagian besar kehan=milan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.
2      Kehamilan heterotipik
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalm 30.000 kehamilan, namun dikatakan bahwa sekarang insidenya telah meningkat menjadi 1 dalam 7000 bahkan 1 dalam 900 kehamilan.
3      Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial sangta jarang terjadi. Diagnosis kehamilan harus ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni : a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal, b. kantong janin harus berlokasi pada ovarium, c. ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium, d. Histopatologis ditemukan jaringan ovarium didalam kantung janin.
4      Kehamilan servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
5      Kehamilan abdominal
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal sangat jarang tejadi kira-kira 1 daintara 1500 kehamilan. Kehamilan abdominal terdiri dari 2 macam : a. kehamilan abdominal primer terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut, b. Kahamilan abdominal sekunder terjadi bila berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal. (Rukiyah dan Yulianti, 2014)
F.   Tanda dan Gejala
1      Amenorhea
2      Gejala kehamilan muda
3      Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai syok. Pada abortus tuba nyeri mula-mula pada sattu sisi, menjalar ketempat lain. bila darah sampai ke diafragma dapat myebabkan nyeri bahu. Dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri defakasi.
4      Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.
5      pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri pada perabaan, dan Kavum Douglasi menonjol karena ada bekuan darah. (Mansjoer dkk, 2000)
G.  Diagnosis
1      Anamnesis : amenore, kadang terdapat tanda hamil muda, nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan pervaginam.
2      Pemeriksaan umum : pasien tampak kesakitan dan pucta, pada perarahan dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.\pemeriksaan ginekologi : ditemukan tanda-tanda kehamilan muda, rasa nyeri pada pergerakkan serviks, uterus dapat teraba agak membesar dan kadang teraba tumor di samping uterus dwngan batas yang sukar ditentukan; kavum Douglasi menonjol, berisi darah dan nyeri bila diraba.
3      Pemeriksaan Lab : Hb menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat (Mansjoer dkk, 2000)
H.  Penatalaksanaan
1      Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di RS untuk penanggulanganya.
2      Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan yang cukup (dextrosa 5%, glukosa 5%, garam fisiologis dan transfusi darah .
3      Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET dan keadaan umum baik dan lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan : dicari diklem, dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya.
4      Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat.
5      Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi (Mochtar dan Lutan, 1998)
I.     Komplikasi
1      Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan indikasi operasi.
2      Infeksi
3      Sub illeus karena massa pelvis
4      Sterilitas

2.1.3   Mola Hidatidosa
A.    Definisi
Mola hidatidosa adalah kelainan didalam kehamilan dimana jaringan plasenta berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan. (Khumaira, 2012)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik. (Saifuddin dkk, 2009)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. (Saifuddin dkk, 2010)
Secara makroskopik mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi.


B.     Etiologi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian molla. Wanita dengan usia dibawah 20 th atau diatas 40 th juga berada dalam resiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan resiko terjadinya molla. (Khumaira, 2012)
C.     Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, payah jantung atau tirotoksikosis. Dinegara maju kematian molla hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien molla akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi kariokarsinoma. Presentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antar 5,6%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi Ginekologi. (Saifuddin dkk, 2010)
D.    Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialiskdang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Dibawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan prioliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex cromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada keduanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang inggi. Kista ini akan hilang sendiri setelah mola dilahirkan. (UNPAD)
E.     Tanda dan Gejala
1      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% paien masuk RS
2      Pembesaran rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan.
3      Gejala-gejala hipertiroidisme seperti gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar, kulit berkeringat, dan lembab.
4      Gejala-gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan TD, proteinuria. (Khumaira, 2012)
5      Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang banyak.
6      Tidak ada tnda-tanda adnya janin : tidak ada ballotment, tiak ada DJJ, tidak nampak rangka janin
7      Kadar gonadotropin chorionik tinggi dalam darah dan air kencing. (UNPAD)
F.      Diagnosis
1.      Anamnesa :
a.    Terdapat tanda gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari hamil biasa,
b.    kadangkala ada tanda tokseinia gravidarum
c.    terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna kecoklatan seperti bumbu rujak.
d.   Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tua usia kehamilan
e.    Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan.
2.      Inspeksi
a.    Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan (muka mola)
b.    Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas


3.      Palpasi
a.       Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
b.      Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotement, juga gerakan janin.
c.       Adanya fenomena harmonika ; darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
4.      Auskultasi
a.       Tidak terdengar bunyi DJJ
b.      Terdengar bising dan bunyi khas
5.      Pemeriksaan Dalam
a.       Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bgian-nagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina serta evaluasi keadaan serviks.
6.      Uji Sonde
Sonde dimasukan pelan-pelan ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola.
7.      Foto Rontgen Abdomen : Tidak terlihat rangka janin (kehamilan 3-4 bulan)
8.      Ultrasonografi : Pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin. (Mochtar dan Lutan 1998)

G.    Komplikasi
1        Perdarahan yang hebat sampai syok
2        Perdarahan berulang yang mengakibatkan anemia
3        Infeksi sekunder
4        Perforasi karena keganasan atau tindakan
5        Menjadi ganas (PTG) pad kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi koriokarsinoma.
H.    Penatalaksanaan
1        Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara vproses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40-60 TPM.
2        Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
3        Kenali dan tangani komplikasi penyerta seperti tirotoksikosis atau krisis tiroid baik sebelum, selama, dan setelah prosedur evakuasi.
4        Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi.
5        Kadar hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.
6        Lakukan pemantauan kadar hCG hingga minimal 1 ahun pascaevakuasi. Kadar yang menetap atau meninggi setelah 8 minggu pascaevakuasi menunjukan masih terdapat trofoblast aktif, berikan kemoterapi MTX dan pantau β-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
7        Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsihormonal (apabila masih ingin punya anak) atau tubektomi apabila ingin menghentikan fertilitas. (Saifuddin dkk, 2009)




BAB III
PENUTUP

3.1  SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perdarahan pada kehamilan muda terdiri dari abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa. Masing-masing memiliki tanda dan gejala yang harus dikenali oleh ibu dan tenaga medis khususnya. Karena jika tanda dan gejala tersebut dibiarkan maka dapat membahayakan kondisi ibu dan janin.

3.2  SARAN
Dalam hal ini diharapkan kepada bidan untuk lebih mampu mengenali tanda dan gejala serta mampu melakukan penanganan pada perdarahan kehamilan muda secara tepat. Dan juga diharapkan kepada bidan agar lebih mampu mendeteksi dini adanya tanda gejala bahaya pada kehamilan muda.




DAFTAR PUSTAKA

Khumaira, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan. Jakarta : EGC.

Marmi. 2012. Intranatal Care Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maryunani dan Yulianingsih. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Mochtar Rustam dan Lutan Delfi. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jakarta : EGC.
Rukiyah dan Yulianti. 2014. Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Jakarta : TIM.
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan Matermnal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman dkk. 2004. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC

Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar