ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU BERSALIN
KALA IV
DISUSUN
OLEH
1.
YUNI ANDRIASIH
AKADEMI KEBIDANAN BINA HUSADA
TANGERANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisdapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang “Asuhan
Kebidanan pada Ibu Bersalin kala IV”. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi atau memenuhi nilai mata kuliah Asuhan kabidanan Persalinan dan Bayi Baru lahir.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa
makalah ini tidak lepas dari ketidaksempurnaan dan kesalahan, oleh karena itu
saran dan kritik dari pembaca akan di terima penulis dengan lapang dada. Dengan
terselesainya makalh ini mudah-mudahan bermanfaat khusus nya bagi pembaca.
Tangerang,
13 juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................... 2
Daftar isi................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 4
1.1
Latar Belakang........................................................................ 4
1.2
Tujuan dan Manfaat................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 6
2.1
Asuhan Persalinan Kala IV..................................................... 6
2.2
Fisiologi Kala IV dan Kebutuhan Persalinan Kala IV............. 7
2.2.1 Fisiologi Kala IV............................................................ 7
2.2.2 Kebutuhan Persalinan Kala IV....................................... 9
2.3
Evaluasi Uterus....................................................................... 10
2.4
Pemeriksaan Kala IV............................................................... 11
2.5 Pemantauan dan Evaluasi Lanjut Kala IV............................... 12
2.6
Perkiraan darah yang Hilang................................................... 13
2.7
Pemeriksaan Selama Kala IV.................................................. 14
2.8
Melakukan Penjahitan Luka Episiotomy/laserasi.................... 16
BAB III PENUTUP................................................................................... 22
3.1
Kesimpulan............................................................................. 22
3.2
Saran....................................................................................... 24
Daftar Pustaka.......................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses yang fisiologis, namun
dapat berubah menjadi patologis sewaktu-waktu tanpa dapat diduga sebelumnya.
Sebesar 30% kematian ibu terjadi pada saat persalinan. Bidan merupakan ujung
tombak Negara dalam program penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Untuk
menjalankan tugasnya bidan harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan asuhan pada masa persalinan.
Berdasarkan kesepakatan
global (Millenium Development
Goals/MDGS,2000), pada tahun 2015 diharapkan angka kematian ibu menurun sebesar
tiga perempat kali dalam kurun waktu 1990-2015 dan angka kematian bayi serta
balita menurun sebesar dua pertiga kali dalam kurun waktu 1990-2015. Oleh
karena itu, Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian ibu
dari 228 menjdi 102/100.000 kelahiran hidup, angka kematian bayi dari 68
menjadi 23/1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita dari 97 menjadi
32/1.000 kelahiran hidup.
Sebagian besar penyebab
langsung kematian ibu, yaitu sebesar 90%
terjadi saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT,2001).
Penyebab langsungnya antara lain karena perdarahan (28%), eklampsi (24%), dan
infeksi (11%). Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS KIA tahun 2007, penyebab
langsung kematian ibu adalah karena perdarahan (39%), eklampsi (20%), infeksi
(7%), dan lain-lain (33%).
Data diatas menunjukan
bahwa pengelolaan dan asuhan ibu saat persalinan merupakan salah satu faktor
penentu dalam penurunan angka kematian ibu. Untuk dapat memberikan asuhan pada
ibu bersalin yang berkualitas, dibutuhkan tenaga kesehatan terampil yang di
bekali prngetahuan lengkap tentang persalinan. Maka dari itu penulis menyusun
mkalah ini untuk dijadikan acuan atau pegangan dalam pemberian asuhan
persalinan yang berkualitas dan terampil.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Tujuan umum penulis
adalah agar pembaca mengetahui tentang asuhan dan cara melakukan asuhan pada
ibu bersalin kala IV, di samping itu tujuan saya menulis makalah ini untuk
menyelesaikan tugas Asuhan Kebidanan Pada ibu Bersalin.
Tujuan Masalah:
1.
Menjelaskan
fisiologi kala IV dan kebutuhan persalinan kala IV.
2.
Menjelaskan
evaluasi uterus.
3.
Menjelaskan
pemeriksaan fisik.
4.
Melakukan
pemantauan dan evaluasi lanjut.
5.
Memperkirakan
darah yang hilang.
6.
Melakukan
pemantauan selama kala IV.
7. Menjelaskan cara panjahitan luka episiotomy/laserasi.
1.2.2 Manfaat
Manfaat nya semoga
dengan pembuatan makalah ini penulis dan pembaca bisa memahami dan mengerti
Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Kala IV.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asuhan Persalinan Kala IV
Dua jam pertama setelah
persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja
mengalami perubahn fisik yang luar biasa, ibu melahirkan bayi dari perutnya dan
bayi sedang menyesuaikan diri diri dari dalam perut ibu ke dunia luar.
Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa
keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk
melakukan stabilisasi.
Tabel 2.1: Tindakan yang tidak bermanfaat bahkan mungkin membahayakan.
Tindakan
|
Keterangan
|
Tampon vagina
|
Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak menghentikan perdarahan nya.
Seseorang ibu dapat terus mengalami perdarahan dengan tampon didalam vagina.
Hal ini bahkan merupakan sumber terjadinya sumber terjadinya infeksi.
|
Gurita atau sejenisnya
|
Selama dua jam pertama segera setelah persalinan adanya gurita akan
menyulitkan petugas pada saat memeriksa fundus apakah berkontraksi dengan
baik.
|
Memisahkan ibu dan bayi
|
Bayi benar-benar siaga selama dua jam pertama setelah kelahiran. Hal
ini merupakan waktu yang baik bagi ibu dan bayi saling berhubungan. Berikan
kesempatan kedanya untuk pemberian ASI.
|
Menduduki sesuatu yang panas
|
Duduk diatas bara yang panas dapat menyebabkna vasodilatasi,
menurunkan tekanan darah ibu dan menambah perdarahan. Juga dapat menyebabkan
dehidrasi.
|
2.2 Fisiologi Kala IV dan Kebutuhan Persalinan Kala IV
2.2.1 Fisiologi Kala IV
1.
Tanda Vital
Dalam dua jam pertama
setelah persalinan, tekanan darah, nadi, dan pernapasan akan berangsur kembali
normal. Suhu pasien biasanya aka mengalami sedikit peningkatan, tapi masih di
bawah 380C, hal ini disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan.
Jika intake cairan baik, maka suhu akn berangsur normal setelah dua jam.
2.
Gemetar
Kadang dijumpai pasien
pascapersalina mengalami gemetar, hal ini normal sepanjang suhu kurang dari 380C
dan tidak dijumpai tanda-tandainfeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya
ketegangan dan sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologi
terhadap penurunan volume intraabdominal serta pergeseran hematologi.
3.
Sistem
Gastrointestinal
Selama dua jam
pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual sampai muntah, atasi hal ini
dengan posisi tubuh yang memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus
aleanum ke saluran pernapasan dengan setengah duduk atau duduk di tempat
tidur. Perasaan haus pasti
dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat penting untuk mencegah
dehidrasi.
4.
Sistem Renal
Setelah 2-4 jam
pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan hipotonik akibat adanya
alostaksis sehingga sering dijumpai kandung kemih dalam keadaan penuh dan
mengalami pembesaran. Hal ini disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan
uretra selama persalinan. Kondisi ini dapat dirigankan dengan dengan selalu
mengusahakan kandung kemih kosong selama persalinan untuk mencegah trauma. Setelah
melahirkan kandung kemih sebaiknya kosong guna mencegah uterus berubah posisi
dan terjadi antoni uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan
perdarahan dan nyeri.
5.
Sistem
Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume
darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat yang
diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen
menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume
plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama
setelah kelahiran bayi. Selama masa ini pasien mengeluarkan banyak sekali
urine. Pada persalinan per vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml sedangkan
pada persalinan SC pengeluaran nya dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume dan kadar hematokrit.
6.
Serviks
Perubahan pada serviks
terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk serviks agak menganga seperti corong.
Bentuk ini disebabkan oleh korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antar
korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Seviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan
pembuluh darah. Konsistensi lunak,kadang-kadang terdapat laserasi atau pelukaan
kecil. Karena robekan kecil terjadi selama berdilatasi, maka serviks tidak akan
pernh kembali lagi ke keadaan sebelum hamil.
Muara serviks yang
berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan
bertahap. Setelah bayi lahir tangan bisa masuk kedalam rongga rahim, setelah
dua jam hanya dapat di masuki dua atau tiga jari.
7.
Perineum
Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang
bergerak maju. Pada hari ke-5 pascamelahirkan, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya sekalipun tetap
lebih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.
8.
Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar selam proses melahirkan, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan tidak
haml dan rugae dalm vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia lebih menonjol.
9.
Pengeluaran ASI
Dalam menurunnya hormon estrogen,
progesterone dan Human Placenta Lactogen Hormon setelah plasenta lahir,
prolaktn dapat berfumgsi membentuk ASI dan mengeluarkannya kedalam alveoli
bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu
menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dan hipofisis sehingga
mioepitel yang terdapat di sekitar alveoli dan duktus kelenjar ASI berkontraksi
dan mengeluarkan ASI kedalam sinus yang disebut “let doen refleks”.
Isapan langsung pada putting susu ibu menyebabkan refleks
yang dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis, sehingga ia akan menambah
kekuatan kontraksi uterus.
2.2.2 Kebutuhan Persalinan Kala IV
1.
Hidrasi dan nutrisi
a. Berikan segera minum sebanyak yang pasien inginkan,
karena saat ini ia merasa haus akibat kelelahan dan pengeluaran keringat yang
banyak saat persalinan.
b. Berikan pasien makan sesuai dengan menu yang ada saat
itu.
2.
Hygine dan
kenyamanan pasien
a. Rambut dirapihkan.
b. Wajah diseka dengan air hangat menggunakan handuk.
c. Tidak perlu memakai BH karena sedang dilakukan proses
inisiasi menyusui dini.
d. Alas diatas perlak diganti dengan yang bersih dan
kering.
e. Dibawah bokong dialasi under pad untuk menyerap darah sekaligus sebagai
penampung darah untuk memperkirakan jumlah darah yang keluar.
f. Jikka pasien merasa gerah, keluarga dapat membantu
mengipasi pasien.
3.
Bimbingan dan
dukungan untuk BAK.
a. Yakinkan pasien bahwa BAK sedini mungkin tidak akan
mengganggu proses penyembuhan jahitan perineum.
b. Jelaskan bahaya menunda BAK dan pengaruhnya terhadap
involusi uterus.
4.
Informasi dan bimbing
sejelas-jelasnya megenai apa yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang harus ia
lakukan berkaitan dengan kondisinya.
5.
Kehadiran bidan
sebagai pendamping selama dua jam pascapersalinan serta keluarga dan
orang-orang terdekatnya.
6.
Dukungan untuk
menjalin hubungan awal dengan bayinya, terutama saat pemberian ASI awal.
7.
Posisi tubuh dan
lingkungan yang nyaman setelah saat-saat berat menjalani persalinan.
8.
Pemberian
analgesik (jika diperlukan).
9.
Tempat dan alas
tidur yang bersih agar tidak terjadi infeksi.
2.3
Evaluasi Uterus
1.
Konsistensi
Tindakan pertama yang
dilakukan bidan setelah plasenta lahir adalah melakukan evaluasi konsistensi
uterus sambil melakukan masase untuk mempertahankan kontraksinya. Pada saat
yang sama, derajat penurunan serviks dan uterus kedalam vagina dapat dikaji. Kebanyakan
pada uterus sehat dapat melakukan kontraksi sendiri.
2.
Atonia
Apabila bidan menetapkan
bahwa utrus yang berelaksasi merupakan indikasi akan adanya atonia, maka segera
lakukan pengkajian dan penatalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi atonia
dapat menyebabkan kematian ibu. Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan:
A. Konsistensi uterus: uterus harus berkontraksi efektif,
teraba padat dank eras.
B. Hal yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan
terjadi relaksasi uterus:
a. Riwayat atonia pada persalinan sebelumnya.
b. Status pasien sebagai grande multipara.
c. Distensi berlebih pada uterus, misalnya pada kehamilan
kembar, polihidramniaon, atau makrosomia.
d. Induksi persalinan.
e. Persalinan prepitatus.
f. Persalinan memanjang.
3.
Kelengkapan
plasenta dan membrane saat inspeksi, misalnya bukti kemungkinan tertinggalnya
fragmen plasenta atau selaput ketuban didalam uterus.
4.
Status kandung
kemih
5.
Ketersediaan
orang kedua untuk memantau konsistensi uterus dan aliran lokia serta membantu
untuk melakukan masase uterus.
6.
Kemampuan
pasangan ibu-bayi untuk memulai proses pemberian ASI.
2.4
Pemeriksaan Kala IV
1.
Serviks
Indikasi pemeriksaan
serviks:
a. Aliran perdarahan pervagina berwarna merah terang dari
bagian atas tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setelah
kontraksi uterus dipastikan.
b. Persalinan cepat atau presipitatus
c. Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk
mengurangi tepi anterior.
d. Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.
e. Kelahiran pervagina dengan tindakan, misalnya
ekstraksi vakum atau forsep.
f. Kelahiran traumatic, misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu dari factor diatas mengiindikasikan kebutuhan untuk
pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah perbaikan.
Inspeksi serviks tanpa adanya perdarahan oersisten pada persalinan spontan
normal tidak perlu secara rutin dilakukan.
2.
Vagina
Pengkajian kemungkinan
robekan atau laserasi pada vagina dilakukan setelah pemeriksaan robekan pada
serviks. Penentuan derajat laserasi di lakukan pada saat ini untuk menentukan
langkah penjahitan.
3.
Perineum
Berat ringan nya robekan
perineum terbagi dalam 4 derajat.
Tabel 7.1 Derajat Robekan
Perineum dan Lokasi nya:
Robekan perineum
|
Derajat satu
|
Derajat dua
|
Derajat tiga
|
Derjat empat
|
Lokasi robekan
|
·
Mukosa
vagina
·
Komisura
posterior
·
Kulit
perineum
|
·
Mukosa
vagina
·
Komisura
posterior
·
Kulit
perineum
·
Otot
perineum
|
·
Mukosa
vagina
·
Komisura
posterior
·
Kulit
perineum
·
Otot
perineum
·
Otot
sfingter ani
|
·
Mukosa
vagina
·
Komisura
posterior
·
Kulit
perineum
·
Otot
perineum
·
Otot
sfingter ani
·
Dinding
depan rektum
|
Penatalaksanaan
|
Tidak perlu di jahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik.
|
Jahit menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi pasien.
|
Penolong APN tidak di bekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga atau empat. Segera ke fasilitas rujukan.
|
Penolong APN tidak di bekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga atau empat. Segera ke fasilitas rujukan.
|
Apabila pada saat
pemeriksaan jalan lahir nampak perdarahan sebagai tetesan yang terus menerus
atau memancar, perlu dicurigai adanya laserasi vagina atau serviks atau adanya
pembuluh darah yang tidak diikat.
2.5 Pemantauan dan Evaluasi Lanjut Kala IV
1. Tanda
Vital
a.
Tekanan darah
dan nadi
Selam satu jam pertama
lakukan pemantauan pada tekanan darah dan nadi setiap 15 menit pada satu jam
kedua lakukan setiap 30 menit.
b.
Respirasi dan
suhu
Lakukan pemantauan respirasi dan suhu setiap jam
selama dua jam pertama pascapersalinan.
2. Kontraksi
uterus
Pemantauan kontraksi uterus
dilakukan setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama
satu jam kedua. Pemantauan ini dilakukan bersamaan dengan
masase fundus uterus secara
sirkuler. Topangan pada uterus bawah selama masase nencegah peregangan ligamen
kardinal. Untuk melakukan masase uterus dengan benar remas uterus bawah pada
abdomen tepat diatas simfisis dan tahan di tempat dengan satu tangan, sementara
tangan yang lain melakukan masase fundus. Masase fundus yang efektif mencakup
lebih dari lekuk anterior fundus. Seluruh fundus anterior, lateral, dan
posterior harus tercapai oleh seluruh tangan. Di lakukan secara cepat dengan
sentuhan yang tegas dan lembut.
3. Lokia
Lokia di pantau bersamaan
dengan masase uterus. Jika uterus berkontraksi dengan bai maka aliran lokia
tidak akan terlihat banyak, namun jika saat uterus berkontraksi terlihat lokia
yang keluar lebih banyak maka diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut
4. Kandung kemih
Pada kala IV pastikan bahwa
kandung kemih selalu dalam keadaan kosong setiap 15 menit sekali dalam satu jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini sangat
penting dilakukan untuk mencegah beberapa penyulit akibat penuhnya kandung
kemih, seperti:
A.
Kandung kemih
yang penuh akan menyebabkan atonia uterus dan menyebabkan perubahan posisi
uterus;
B.
Urine yang
terlalu lama berada dalam kandung kemih akan berpotensi menyebabkan infeksi
saluran kemih;
C.
Secara
psikologis akan menyebabkan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap penerimaan
pasiien berkaitan dengan perubahan
perannya.
5. Perineum
Setelah pengkajian derajat
robekan, perineum kembali dikaji dengan melihat adanya edema, memar, dan
pembentukan hematom yang di lakukan bersamaan saat mengkaji lokia. Pengkajian
ini termasuk juga untuk menetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak.
2.6
Perkirakan Darah yang Hilang
Sangat sulit memperkirakan
kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan
ketuban atau urine dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Salah satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan
melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500
ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa emngisi dua botol, artinya
pasien telah kehilangan satu liter darah, jika darah bisa mengisi setengah
botol pasien kehiangan 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan kehilangan
darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien.
Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan
menyebabkan pasien lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah
sistol turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya, maka telah terjadi
perdarahan lebih dari 500 ml. bila pasien mengalami syok hipovolemik maka
pasien telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah (2000-2500ml).
penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah
pasien selama kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darah yang
keluar, dan kontraksi uterus.
2.7. Pemantauan
Selama Kala IV
Pantau
tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua, nilai kontraksi uterus dan jumlah perdarahan, ajarkan ibu dan
kerluarganya untuk melalukan rangsangan taktil, menilai kontraksi uterus, dan
estimasi perdarahan, rawat gabung ibu-bayi dan pemberian ASI, berikan asuhan
esensial bayi baru lahir.
a. Tekanan darah, suhu
Tekanan darah yang normal adalah <140/90 mmHg. Sebagian wanita mempunyai
tekanan darah <90/60 mmHg. Jika denyut nadinya adalah normal, maka tekanan
darah yang rendah seperti ini tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi, jika
tekanan darah adalah <90/60 mmHg dan nadinya adalah >100 x/menit, maka
nini mengindikasikan adanya suatu masalah. Bidan seharusnya mengumpulkan data-data
lain untuk membuat diagnose. Mungkin ibu tersebut sedang mengalami demam atau
terlalu banyak mengeluarkan darah.
Suhu tubuh normal adalah <38°C. Jika suhunya >38°C, bidan harus mengumpulkan data-data lain
untuk memungkinkan dia mengidentifikasi masalahnya. Suhu yang tinggi tersebut
mungkin disebabkan oleh dehidrasi (oleh karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum)
atau oleh infeksi.
b. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri
Palpasilah uterus untuk menentukan tonusnya serta lokasinya dalam hubungannya
dengan umbilicus. Uterus akan terasa lembek jika tidak berkontraksi dengan
baik. Masase-lah uterus tersebut setiap 15 menit selama satu jam kedepan.
Tinggi fundus yang normal segera setelah persalinan adalah kira-kira setinggi
umbilicus. Jika ibu tersebut sudah berkali-kali melahirkan anak, atau jika
anaknya adalah kembar atau bayi yang besar, maka tinggi fundus yang normal
adalah di atas umbilicus. Bidan harus tahu tinggi fundus yang
normal untuk ibu tersebut.
Jika menemukan tinggi fundus yang naik, bidan harus mengumpulkan data-data lain
untuk mengetahui apakah kontraksinya cukup memadai dan bahwa kantung kemihnya
adalah kosong. Jika tinggi fundus lebih dari normal, mungkin bidan perlu melakukan langkah-langkah
yang spesifik. Sebagai contoh, jika hal itu adalah disebabkan kantung kemih
yang penuh, maka bidan harus membantu ibu untuk
mengosongkannya. Jiak uterusnya lembek dan merasakan ada gumpalan darah, masase
uterus dan berikan oksitosin atau methergin.
c. Perdarahan
Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu
pembalut wanita perjam selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang
banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari biasanya, maka ibu tersebut hendaklah
diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab dari perdarahan berat seharusnya
diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks, apakah uterus
berkontraksi dengan baik, apakah kandung kemihnya kosong.
d. Kandung kemih
Jika kandung kencingnya penuh dengan urine, maka uterus
tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di dalam abdomen, dan
tergeser kesamping, hal ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung
kencingnya penuh. Bantulah ibu tersebut bangun dan coba apakah dia dapat membuang
air kecil. Jika ia tidak bisa buang air kecil, bantulah ia agar merasa rileks
dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat, mengucurkan air keatas
perineumnya, dengan menjaga privasinya. Jika ia tetap tidak dapat kencing,
lakuakan kateterisasi. Setelah kandung kemihnya kosong, maka uterusnya akan
dapat berkontraksi dengan baik.
2.8 Melakukan
Penjahitan Luka Episiotomy/Laserasi (anestesi
local, prinsip penjahitan perineum)
A. Memberikan
Anastesi Lokal
Manfaat dan tujuan anestesi
local pada pengjahitan laserasi perineum adalah sebagai berikut:
1)
Salah satu dari
penerapan asuhan sayang ibu. Penjahitan
sangat menyakitkan pasien, dengan pemberian anestesi local maka rasa sakit ini
dapat diatasi.
2)
memberikan
pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi psikologis masa
nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan saat
persalinan.
3)
Memberikan
konsep yang positif tenteng Bidan bagi pasien.
Peralatan.
1)
Spuit sekali
pakai ukuran 22 dengan panjang jarum 4 cm.
2)
Lidokain 1%
tanpa Epinefrin. Jika tidak tersedia
Lidokain dengan kontrasepsi 1%, maka encerkan dahulu Lidokain dengan mengunakan
air steril atau larutan normal salin.
Misal : larutkan 5 ml
lidokai 2% menjadi 1%. Caranya,
campurkan lidokain 1% dengan larutan pengencer dengan perbandingan 1:!,
sehingga volume larutan seluruhnya menjadi 10 ml.
Cara
kerja.
1)
Jelaskan pada
pasien apa yang akan dilakukan dan bantu untuk merasa santai.
2)
Ambil 10 ml
larutan lidokain 1% ke dalam spuit sekali pakai ukuran 10 ml(tabung suntik yang
lebih besar boleh digunakan jika diperlukan).
3)
Pasang
jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm pada
tabung tersebut.
4)
Tusukan jarum ke
ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum sepanjang tepi luka
(kerah bawah di antara mukosa dan kulit perineum).
5)
Aspirasi (tarik)
pendorong tabung untuk memastikan bahwa jarum suntik tidak berada di dalam
pembuluh darah. Jika darah masuk ke
dalam tabung suntik, jangan suntikan lidokain dan cabut jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali.
6)
Suntikkan
anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.
7)
Tarik jarum
hingga sampai ke bewah tempat di mana jarum tersebut disuntikka.
8)
Arahkan lagi
jarum ke daerah di atas luka dan ulangi langkah ke-4. Tusukkan jarum untuk ketiga kalinya seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini, dan sekali lagi ulangi langkah ke-4
sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapatkan anestesi local. Ulangi proses ini pada sisi lain dari luka
tersebut. Setiap sisi luka akan
memelurkan kurang lebih 5 cc lidokain 1% untuk mendapatkan anestesi yang cukup.
9)
Tunggu selama
dua menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah yang
dianestesi dengan cara dicubit dengan pingset atau sentuh dengan jarum yang
tajam. Jika pasien merasa cubitan atau
sentuhan jarum tadi, tungggu dua menit lagi kemudian uji kembali sebelum
menjahit luka.
B. Penjahitan
Laserasi Perineum
1)
Cuci tangan
dengan cara seksama dan gunakan sarung tangan DTT atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi
atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2)
Pastikan bahwa
peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan luka sudah
steril.
3)
Setelah
memberikan anestesi local untuk memastikan bahwa daerah tersebut sudah diberi
anestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk menentukan
batas-batas luka secara jelas. Nilai
kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya satu dengan mudah.
4)
Buat jahitan
pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung luka atau laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan yang
pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih dari pendek dari
ikatan.
5)
Tutup mukosa
vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen.
6)
Tepat sebelum
cincin hymen, memasukan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin hymen
sampai jarum ada di bawah laserasi.
Perhatikan seberapa dekat jarum ke puncak luka.
Ingat, jangan sekali-kali melalukan pengjahitan tepat
di cincin hymen karena meskipun jahitan sudah sembuh namun ketika melakukan
hubungan seksual pasien dapat merasakan dispareuni(sakit/nyeri saat berhubungan
seksual).
7)
Teruskan ke arah
bawah tapi tetap pada luka, menggunakan tehnik jahitan jelujur hingga mencapai
bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa
jarak tiap jahitan sama dengan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas sampai ke dalam otot,
mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua jahitan putus-putus.
8)
Setelah mencapai
ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan
tehnik jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikular. Jahitan ini akan menjadi lapisan dua. Periksa lubang bekas jarum tetap berbuka
berukuran 0,5 cm atau kurang, luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat
penyembuhan luka.
9)
Tusukkan jarum
dari robekan perineum ke dalam vagina.
Jarum harus keluar dari belakang cincin hymen.
10) Ikat benang
dengan membuat simpul di dalam vagina.
Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. jika ujung benang dipotong terlalu pendek,
simpul akan longgar dan selarasi akan membuka.
11) Ulangi
pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kassa atau
peralatan yang tertinggal di dalam vagina.
12) Dengan lembut
masukkan jari yang paling kecil ke dalam anus.
Raba apakah ada jahitan pada rectum.
Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum enam minggu
pasca persalinan. Jika penyembuhan belum
sempurna (misalkan ada fistula rektovaginal atau pasien mengalami inkontinesia
feses), segera rujuk pasien ke fasilitas rujukan.
13) Cuci daerah genital dengan lembut dengan air DTT dan
sabun, kemudian keringkan. Bantu pasien mencari pasien mencari posisi yang
nyaman.
14) Nasehati pasien untuk melakukan hal berikut.
·
Menjaga
perineumnya selalu bersih dan kering.
·
Hindari penggunaan obat-obatan tradisional
pada perineum.
·
Cuci perineum
dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali sehari.
·
Kembali dalam
semingggu untuk memeriksakan penyembuhan luka.
Pasien harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau pengeluaran
cairan yang berbau busuk dari daerah luka atau jika daerah tersebut menjadi
lebih nyeri.
·
Tidak usah
menjahit laserasi derajat satu atau yang tidak mengalami perdarahan dan melekat
dengan baik.
·
Gunakan
sesedikit mungkin jahitan untuk melekatkan jaringan dan memastikan hemostasis.
·
Selalu gunakan
tehnik aseptic.
·
Jika pasien
mengeluh sakit pada saat menjahit dilakukan, berikan lagi anestesi local untuk
meningkatkan kenyamanan pasien. Inilah
yang disebut asuhan sayang ibu.
C. Prinsip
Penjahitan Perineum
1)
Patuhi tehnik
aseptik dengan cermat.
·
Menggunakan
sarung tangan estra di atas sarung tangan steril yang telah di kenakan sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi
ketika melakukan pemeriksaan rectum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan
rectum sarung tangan estra ini segera dibuang.
·
Mengatur posisi
kain steril di area rectum dan dibawahnya sampai bawah ketinggian meja atau
tempat tidur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang
jatuh ke area tersebut dan menyeka apapun yang terdapat di tempat tersebut.
2)
Pencegahan
trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi.
Contoh-contoh trauma lebih lanjut yang
tidak perlu, seperti berikut:
·
Pengunaan jarum
bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang menebus jaringan.
·
Penggunaan jarum
dan benang dengan ukuran lebih besar daripada yang diperlukan.
·
Penggunaan jarum
potong traumatic yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik.
Jarum potong berbentuk
segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan menyebabkan trauma yang lebih
besar daripada jarum yang berbentuk bundar.
Jarum bundar ini memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak
lebih mudah dengan trauma yang lebih sedikit.
·
Jumlah punsi
(penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi.
·
Penempatan
jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi.
·
Terlalu banyak
jahitan dan terlalu rapat.
·
Strangulasi
jaringan karena jahitan yang terlalu ketat.
Strangulasi jaringan
mengurangi kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan
sirkulasi tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas).
·
Tindakan
berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak perlu.
3)
Angkat bekuan
darah dan debris sebelum penjahitan luka.
Apabila debris dan bekuan darah ikut terjahit dapat dijadikan sebagai tempat
bagi kuman untuk berkembang biak sehingga dapat menyebabkan infeksi samapi
kegagalan proses penyembuhan luka.
4)
Pastikan
hemostatis yang terlihat sebelum pengjahitan luka. Hal ini menghidari pembentukan hemotom yang
secara keseluruhan dapat mengganggu proses proses perbaikan yang disertai
kerusakan dan infeksi.
5)
Penyatuan jaringan
yang akurat, menutup semua kemungkinan adanya ruang sisa.
D. Benang
untuk Penjahitan Perineum
Benang
yang digunakan untuk penjahitan luka perineum adalah cat gut kromik. Cat kromik adalah benang yang dapat diserap
karena terbuat dari usus sapi yang bahan utamanya terdiri dari kalogen. Kalogen
adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai oleh kerja enzim
pencernaan (proteolisis).
Cat gut
kromik adalah benang cat gut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman
krom. Fungsi garam-garam krom adalah
menunda proses proteolisis yang menyebabkan cat gut di diabsorsi, sehingga
memperpanjang waktu benang dapat di pertahankan dalam jaringan bersama-sama
selama proses penyembuhan. Cat gut akan diabsorpsi kurang lebih selama seminggu
dan akan mulai kehilangan kekuatan setelah 3 hari. Cat gut kromik menuda absorpsi selama 10-40
hari bergantung jumlah garam-garaman yang digunakan, tetapi umumnya dapat
mempertahankan kekuatannya selama 2-3 minggu.
Jenis dan ukuran benang untuk penjahitan luka perineum.
1. Cat gut kromik 4-0.
a.
perbaikan dinding anterior rectum pada laserasi derajat emapt.
b.
perbaikan laserasi klitoris.
c.
perbaikan di tempat lain apabila memerlukan benang yang sangat halus.
2. Cat gut kromik 3-0.
a.
perbaikan mukosa vagina.
b.
jahitan subkutan.
c.
jahitan subkutikula.
d.
perbaikan laserasi periuretra.
3. Cat gut kromik 2-0.
a.
perbaikan sfingter ani ekstra.
b.
perbaikan laserasi serviks.
c.
perbaikan laserasi dinding vagina lateral.
d.
jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis.
Hal ini
perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah bahwa otot
memerlukan benang yang lebih kuat.
Semakin besar nomor benang maka semakin halus(misalnya 4-0, 6-0, 8-0). Semakin kecil nomor benang maka semakin berat
benang dan semakin kuat tegangan benang(misalnya 2-0, 1-0). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melalukan penjahitan perineum.
1)
Bidan memiliki
penglihatan yang baik terhadap lapang kerja pengjahitan perineum.
2)
Posisi pasien
memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melalukan penjahitan, yaitu
dengan litotomi. Jika diperlukan dapat
ditambahkan pengganjal di bawah bokong dengan ketebalan beberapa cm.
3)
Pencahayaan yang
baik pada saat penjahitan, terutama pencahayaan di area yang akan di jahit.
4)
Pajanan dan
ruang gerak sesuai dengan kebutuhan bidan, termasuk meminta bantuan asisten
untuk memegang instrumen atau alat lainnya saat bidan membutuhkan bantuan.
5)
Penggunaan
tampon vagina untuk menyupayakan suatu lapang kerja yang bersih dan kering serta menutup aliran
darah yang terus-menerus.
6)
Posisi duduk
bidan nyaman dengan tinggi tempat duduk sesuai dengan lapang kerja penjahit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Asuhan Persalinan Kala IV
Dua jam pertama setelah
persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja
mengalami perubahn fisik yang luar biasa, ibu melahirkan bayi dari perutnya dan
bayi sedang menyesuaikan diri diri dari dalam perut ibu ke dunia luar.
Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa
keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk
melakukan stabilisasi.
2.
Fisiologi Kala
IV
·
Tanda Vital
Dalam dua jam pertama setelah persalinan,
tekanan darah, nadi, dan pernapasan akan berangsur
kembali normal.
·
Gemetar
Kadang
dijumpai pasien pascapersalina mengalami gemetar, hal ini normal sepanjang suhu
kurang dari 380C dan tidak dijumpai tanda-tandainfeksi lain
·
Sistem
Gastrointestinal
Selama dua
jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual sampai muntah.
·
Sistem Renal
Setelah 2-4 jam
pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan hiotonik akibat adanya
alostaksis sehingga sering dijumpai kandung kemih dalam keadaan penuh dan
mengalami pembesaran.
·
Sistem
Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume
darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat yang
diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterus.
·
Serviks
Perubahan pada serviks
terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk serviks agak menganga seperti corong.
·
Perineum
Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang
bergersk maju.
·
Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina
mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selam proses melahirkan,
dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap
dalam keadaan kendur.
·
Pengeluaran ASI
Hormon
setelah plasenta lahir, prolaktn dapat berfumgsi membentuk ASI dan mengeluarkannya
kedalam alveoli bahkan sampai duktus kelenjar ASI.
3.
Kebutuhan Pada
Kala IV
a) Hidrasi dan nutrisi.
b) Hygine dan kenyamanan pasien
c) Bimbingan dan dukungan untuk BAK.
d) Informasi dan bimbing sejelas-jelasnya megenai apa
yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang harus ia lakukan berkaitan dengan
kondisinya.
e) Kehadiran bidan sebagai pendamping selama dua jam
pascapersalinan serta keluarga dan orang-orang terdekatnya.
f) Dukungan untuk menjalin hubungan awal dengan bayinya,
terutama saat pemberian ASI awal.
g) Posisi tubuh dan lingkungan yang nyaman setelah
saat-saat berat menjalani persalinan.
h) Pemberian analgesik (jika diperlukan).
i)
Tempat dan alas
tidur yang bersih agar tidak terjadi infeksi
4.
Evaluasi Uterus
Konsistensi
Tindakan pertama
yang dilakukan bidan setelah plasenta lahir adalah melakukan evaluasi
konsistensi uterus sambil melakukan masase untuk mempertahankan kontraksinya.
Atonia
Apabila
bidan menetapkan bahwa utrus yang berelaksasi merupakan indikasi akan adanya
atonia, maka segera lakukan pengkajian dan penatalaksanaan yang tepat.
5.
Pemeriksaan Kala
IV
·
Serviks
Indikasi pemeriksaan
serviks:
a)
Aliran
perdarahan pervagina berwarna merah terang dari bagian atas tiap laserasi yang
diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setelah kontraksi uterus dipastikan.
b)
Persalinan cepat
atau presipitatus
c)
Manipulasi
serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior.
d)
Dorongan
maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.
e)
Kelahiran
pervagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum atau forsep.
f)
Kelahiran
traumatic
·
Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada
vagina dilakukan setelah pemeriksaanrobekan pada serviks.
·
Perineum
Berat ringan nya robekan perineum terbagi dalam 4
derajat.
3.2 SARAN
Disadari oleh penulis bahwa makalah
yang telah disusun oleh penulis yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin
Kala IV” masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat membangun agar makalah yang
dibuat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain dan khususnya
saya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saepudin, dkk. 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Henderson C, jones K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba. 1998. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarag Berencana untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: EGC.
Prawiroharjo Sarwono.
2002. Buku Acuan Nasional Pelayana Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Rukiyah Yeyeh Ai, dkk. 2009. Asuhan
Kebidanan II. Jakarta : Tans Info Media.
Sarwono, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
Sulistiawati
Ari. 2010. Asuhan
kebidanan pada ibu bersalin. Jakarta
: Salemba Medika.
Sumarah, dkk.
2010. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya.
Tjokronegoro A. 2002. Persalinan Normal. Jakarta: FKUI.
Varney, H, kriebs J.M, Carolyn, L.G. 2007. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta:
EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar